Sekarang mereka berdua duduk di bangku kelas 3 SMP. Hubungan mereka berdua mulai merenggang. Tika sibuk belajar persiapan UASBN sedangkan Asya hanya diam seribu bahasa. Ternyata Tika mendapatkan biasiswa untuk bersekolah di SMA favorite di Jakarta. Tika berencana menerima beasiswa tersebut, tetapi dia memikirkan Asya jika sendirian di Bandung.
“ kamu… mau pergi ya?” Tanya Asya yang datang kebalkon.
“ iya.. Asya…. Tapi aku nggak mau meninggalkanmu sendiri di Bandung.” Jawab Tika dengan berat.
“ kamu jangan mengkhawatirkan aku. Maafkan aku, aku telah mengkhawatirkanmu. Aku sangat hancur setelah tahu aku cacat dan kehilang ibu. Aku nggak tahu harus ngapain. Sekarang aku sadar, aku nggak boleh hanya berdiam diri seperti ini. Aku harus melakukan kebaikan walaupun aku cacat. Kamu harus terima beasiswa itu. Disini, di Bandung, aku akan berusaha menggapai cita-citaku juga. Sekarang harapanku ingin selalu bersama saudaraku. Aku ingin kau menjadi dokter seperti harapanmu. “ Kata Asya
Akhirnya Tika mengambil beasiswa itu. Tika berangkat menuju Jakarta diantar oleh mang Udin. Ternyata buku harian pemberian almarhumah bunda Tika ketinggalan di laci kamar mereka berdua. Tanpa sengaja Asya menemukannya. Lembaran demi lembaran dia buka buku itu. Asya mulai membaca buku harian pemberian almarhumah bunda Tika. Tulisan tangan almarhumah bunda Tika sangat rapi dan indah. Di dalam buku itu terdapat batas buku yang terletak di tengah-tengah buku, yang memisahkan antara catatan almarhumah ibunda Tika, dangan catatan Tika.
Setelah selesai membaca buku harian itu, tanpa sadar Asya menangis terharu membaca betapa sayangnya almarhumah bunda Tika kepada anaknya.
Sudah 2 tahun Asya dan Tika tinggal di kota yang berbeda. Tentu saja mereka sangat rindu anatar yang satu dengan yang lain. Tika berniat mingirim surat kepada Asya, berharap semoga Asya terbihur…..
“ hahahahaha iya… aku pasti akan menunggumu…” ucap Asya.
Tanggal 30 Desember Ayah, Tika, dan mang Undin pulang ke Bandung seperti janji Tika, akan merayakan tahun baru bersama. Tika memeluk Asya erat. Seolah-olah tak ingin melepaskannya. Ayah memberikan Asya sebuah kaki palsu untuk membantunya berjalan.
“ nah sempurna….. “ kata Tika
“ aku nggak sempurna Ka, ini Cuma kaki palsu.” Kata Asya
“ kaki ini memang hanya kaki palsu sya, tapi kaki aslimu yang akan menopangmu kemanapun kamu pergi adalah aku. Karenamu aku bisa sekolah di SMA favorite. Karenamu aku bisa memiliki keluarga. Kau pahlawanku wahai sahabat, saudara, keluargaku sya J “ ucap Tika
“ baiklah…. Terimakasih juga. Aku ingin pergi ke tempat dimana kita menemukan pelangi dan membuat harapan bersama. Temani aku ke sana. Sudah tiga tahun kita tidak ke sana.” Pinta Asya.
“ apapun akan aku lakukan “ kata Tika.
Dengan susah payah Tika membantu Asya pergi untuk ketempat dulu mereka tersesat dan menemukan kitty dan merpati. Asya dan Tika menggali tanah tempat mereka mengubur harapan mereka berdua. Di tengah perjalanan raut wajah Asya berubah. Mukanya pucat, bibirnya menjadi merah dan terbatuk-batuk. Tika memutuskan mengajak Asya pulang. malam harinya ayah telah membeli banya kembang api. Tika membantu Asya untuk duduk di sebelahnya. Asya dan Tika telah duduk di depan teras rumah. Pesta kembang api dimulai. Entah kenapa sejak bertemu Asya di dalam hati Tika terdapat sebuah ganjalan.
“ aku sayang ibu………. Sayang ayah.. sayang Tika….” Ucap Asya pelan dan lemah.
Tika tidak sadar akan ucapan Asya. Asya tertidur di bahu Tika dengan lemah. Senyum manisnya terukir di wajahnya. Senyumnya adalah ekspresi terakhirnya. Hingga pesta kembang api hampir selesai Tika belum menyadari apa yang terjadi.
“ Asya.. kamu laper nggak? Mau aku ambilin jagung bakar?” Tanya Tika…. Hening tidak ada jawaban
“ Sya? Kamu capek ya? Mau tidur? Mau aku anterin ke kamar?” Kata Tika…. Masih hening tidak ada jawaban.
Nafas Tika mulai memburu. Dadanya sesak terpenuhi udara. Rasa takut bercampur khawatir mulai melanda dirinya. Saat Tika menoleh ke bahunya.. ya ternyata benar. Asya telah tertidur. Tidur untuk selamanya. Ekspresi terkahirnya melambangkan kesunyian dan ketenangan. Semua keluarga berkumpul untuk melepas kepergian Asya untuk menyusul sang ibu. Tika menangis, penyesalan melanda hatinya. Dia menyesal tidak bisa menjaga dan merawat Asya setelah kecelakaan maut itu. Kondisi Tika sangat hancur. Dia berusaha bangkit dari keterpurukannya.
Kenangan berlalu……
Hari terus berganti setelah kepergian Asya……. Tahun… bulan… hingga Tika lulus kuliah dan menjadi seorang dokter.
“ Tika…” kata Ayah.“ iya yah?” Tanya Tika
“ selamat… kamu berhasil menjadi apa yang kamu inginkan “ ucap Ayah
“ iya yah, makasih. Aku bisa jadi dokter juga karena ayah dan Asya. Aku tahu Asya sudah tenang di alam sana. Motifasiku ingin menjadi dokter karena kalian semua terutama karena Asya…. Aku berharap Asya bisa bahagia setelah tau kalok Tika sudah bisa menggapai impian Tika. Selamat jalan Asya. Disini aku akan selalu merindukanmu” Kata Tika sambil tersenyum tenang.Tika memeluk ayah. Mereka memandang langit biru yang cerah.
Pesan moral:
“Walaupun orang-orang yang kita cintai telah pergi, tapi kita tidak boleh kehilangan semangat kita dan putus asa. Roda kehidupan kita akan terus berjalan walaupun kita berhenti. Jika kita tetap terbelenggu dalam keputus asaan, keputus asaan itu yang akan menghambat cita-cita kita. Ingin menjadi apa, kemana kita akan berjalan yang akan menuntunmu kejalan itu adalah diri kita sendiri”
Tamat J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar