Sabtu, 29 Oktober 2011

BAGAIKAN SEORANG PAHLAWAN KARYA AUFA MILADYA IZZAH

PART 2

yaudah deh…” akhirnya Tikapun bangun dari tidurnya.
            Setelah Tika bangun dari tidurnya, mereka melanjutkan aktifitasnya memandikan hewan peliharaan mereka berdua, Kitty dan Merpati. Kebetulan karena hari ini hari minggu, mereka berencana akan berlibur ke tanah kelahiran Asya di jawa barat. Tika, Asya, Ayah, Ibu, dan Mang Udin segera berangkat ke tanah kelahiran Asya. Disepanjang perjalanan Asya dan Tika sangat menikmati pemandangan ala Jawa Barat yang sangat indah.
“ kamu bawa petanya kan Sya?” Tanya Tika.
“pastinya dongg” jawab Asya.

            Sesampainya di Batujajar, Bandung, Jawa Barat, Asya dan Tika segera bertemu saudara-saudara mereka. Bagi Tika mereka semua adalah keluarga besar Tika yang baru. Nenek mencium Asya dan cucu barunya Tika. Dengan lembut nenek memberikan mereka minuman has jawa barat es cendol, dan nasi timbel. Asya dan Tika menginap tiga hari dua malam di rumah nenek. Di dekat rumah nenek terdapat sungai yang arusnya sangat deras. Tika sangat pandai berenang dan bermain arung jeram. Sedangkan Asya kebalikannya, dia sangat takut dengan sungai yang arusnya deras. Tika mengajak Asya untuk bermain arung jeram, tetapi Asya menolak. Kitty dan merpati tidak mereka bawa.
            Malam harinya Asya dan Tika membuat jagung bakar. Mereka berdua saling berbagi tawa dan cerita. Mereka memiliki harapan yang sama. Selalu ingin bersama. Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Asya dan Tika bangun, mereka sengaja bangun pagi-pagi karena ingin merasakam sejuknya udara pagi yang tidak bisa mereka dapatkan di Jakarta. Tika membawa dua buah kertas. Kertas yang satunya diberikan kepada Asya dan satunya lagi untuk dirinya.
“ tuliskan harapanmu .” kata Tika.
Asya pun tersenyum dan mengambil kertas itu dari tangan kiri Tika.






Vertical Scroll: Harapan Asya =)

Tuhan… kumohon jangan pernah kau ambil kebahagiaanku ini. Aku mohon…. Jaga Tika. Buatlah dia bahagia…. Bahagia hidup bersamaku… menjadi bagian dalam hidupku…


 












Setelah menuliskan harapan masih-masing, mereka menggulung kertas yang berisi harapan mereka dan memasukannya kedalam botol, lalu mengubur botol tersebut di area halaman rumah nenek.
“ Tika…. Apa harapanmu?” Tanya Asya.
“sesuatu yang bisa membuat kalian bahagia.” Jawab Tika.
“ Tika, apa aku boleh bertanya sesuatu….” Tanya Asya.
“ Tentu..” Jawab Tika.
“ kenapa kamu ingin menjadi seorang dokter?” Tanya Asya.
Tika mendesah pelan. Rasanya seperti ada beban di hatinya yang sangat berat. Yang sampai sekarang belum bisa dia lupakan. Benteng pertahanan di hatinya kini mulai runtuh. Pikirannya melayang, mulai kembali kemasa lalu. Masa-masa ketika sang bunda tercinta sakit keras dan pada akhirnya harus meninggalkannya yang pada waktu itu masih berumur 5 tahun. Kini dadanya sesak terpenuhi udara. Matanya mulai berair. Pipinya bersemu merah. Raut wajahnya berubah tegang.
“ aku…… ingin menyembuhkan orang yang kucintai. Dulu….. bunda sakit keras. Sampai sekarang ini penyakit bunda masih tidak ditemukan obatnya. Sebenernya ada obatnya…. Tetapi harganya sangat mahal. Penyakit bunda sangatlah ganas. Bunda terkena penyakit gagal ginjal. Kedua ginjal bunda hampir tidak berfungsi. Dulu kami tidak memiliki uang untuk cuci darah. Akhirnya bunda menghembuskan nafas terakhirnya saat aku masih berumur 5 tahun. Aku ingin menjadi bagaikan seorang pahlawan sepertimu…… dan seperti bunda. Kamu telah menolongku hingga aku bisa sekolah lagi. Bunda telah merawatku, padahal dirinya sendiri sedang sakit parah. Aku ingin menolong orang-orang yang aku sayangi, dan aku cintai. Sekarang keluargaku adalah kamu, ayah, ibu, nenek, dan semua keluarga besar ini. Aku ingin menjaga kalian seperti kalian menjagaku. Aku ingin melindungi kalian seperti kalian melindungiku. Aku ingin menolong kalian seperti kalian menolongku. Aku sangat bersyukur, tuhan telah memberikan semua ini kepadaku. “ isak Tika yang kemudian Asya memeluknya dengan hangat.
            Sore ini mereka pulang ke Jakarta. Asya dan Tika tentunya tidak mau pulang, mereka masih betah tinggal di kota Bandung yang kaya akan kuliner, alam, dan tempat wisatanya. Perjalanan mereka tidak terlalu lancer karena mereka dihadang kabut di sepanjang perjalanan. Perjalanan dari Bandung ke Jakarta memakan waktu 6 jam. Di sepanjang perjalanan ayah, ibu, Asya, dan Tika bercanda has candaan suatu keluarga. Sampai di daerah Nagrek, Jawa Barat, hujan deras mengguyur daerah tersebut. Pandangan mata yang tertutup kabut dan hujan deras menghalangi jarak pandang seorang pengendara. Tanpa sadar tiba-tiba stir mobil yang mereka naiki tergelincir dan oleng masuk ke dalam jurang. Kondisi Asya, Tika, Ayah, Ibu, dan mang Udin sangatlah parah. Tika berusaha bangun keluar dari mobil yang terguling dan berusaha mencari bantuan. Tangan kanan Tika patah. Dia berusaha mencari bantuan sambil menahan sakit. Dia sudah berjanji pada Asya akan menolong dan melindungi keluarga barunya itu.
            Warga mulai berdatangan. Berusaha mengeluarkan korban yang masih terdapat di dalam mobil Nisan Grand livina tersebut. Saat di temukan kondisi ibu sudak tak bernyawa. Tika sangat terpukul mengetahui hal itu. Lagi-lagi ia harus kehilangan peran sang ibu untuk yang kedua kalinya. Asya, ayah, dan mang udin belum sadarkan diri. Mereka segera dibawa ke rumah sakit terdekat di daerah itu. Tika juga ikut di obati oleh para dokter karena kondisi tangannya yang patah. Baru saja menikmati kebahagiaan dan merasakan hangatnya keluarga, tetapi Tika sudah mendapatkan cobaan dari tuhan. Keadaan ayah tidak terlalu buruk. Ayah hanya mengalami gagar otak. Sedangkan mang ujang hanya lecet-lecet dan memar-memar di sekujur tubuhnya. Tika tidak sanggup melihat kondisi Asya. Kaki kiri Asya remuk dan harus diamputasi.
“ ya Allah tabahkanlah hambamu ini” Ucap Tika berusaha menabahkan dan menghibur diri sendiri.
            Di dalam hati Tika dia sangat gelisah. Dia takut akan gangguan pesikologis Asya yang mungkin akan memburuk karena setelah dia tahu kondisi tubuhnya sekarang ini. Ditambah lagi dia harus kehilangan sosok ibu yang paling dekat dengannya. Sampai siang ini Asya belum sadar. Terpaksa proses pemakaman almarhumah ibu mereka di lakukan tanpa Asya. Tika memilih tidak ikut ke pemakaman, dia lebih memilih menjaga Asya. Lagi-lagi pikirannya melayang ke masa lalu, saat almarhumah bundanya di makamkan. Tika hanya bisa menangis dan menutup kupingnya karena seolag-olah mendengar jeritan kesakitan yang dirasakan bundanya. Tika menunduk tegar. Berusaha kembali membangun benteng pertahanan di hatinya. Berusaha kuat dan membangun kembali semangat hidupnya.
“ ibu…. Ayah… Tika…..” kata Asya lemah dari atas tempat tidur.
“ Asya…… maafkan aku…aku tidak bisa menjaga kalia dengan baik.” Kata Tika. Kini armatanya mulai mengalir deras.
“ maksudnya? Hah? Apa ini? Mana kaki ku? Tika…. Kakiku kenapa? Ibu mana? Ayah mana? Tika kumohon jawab pertanyaanku.” Tanya Asya yang hampir menangis.
“ ibu…….”
            Tika segera memanggil suster rumah sakit setempat dan minta tolong menaikan Asya ke atas kursi roda. Tika mendorong kursi roda itu dengan lemas tak berdaya. Kini hatinya terguncang. Balok-ddemi balok benteng pertahan hatinya mulai dia susun baik-baik. Dia tidak ingin menangis di depan Asya. Dia tidak ingin membuat Asya sedih. Sesampai depemakaman para pelayat sudah sepi. Hanya ada ayah dan mang Udin. Ayah duduk tersimpuh memagang batu nisan istri tercintanya. Menangis. Asya berusaha ingin turun dari kursi roda. Tetapi dia sadar. Sekarang dia sudah tak seperti dulu. Manusia memang tidak ada yang sempurna. Ayah menghampiri kedua putrinya. Memeluknya erat-erat seolah-olah tak ingin kehilangan orang tercintanya. Hari ini adalah hari yang sangat pahit bagi Asya dan ayah. Bagi Tika ini adalah yang kedua kalinya.
            ayah mendorong kursi roda putrid tercintanya, Asya. Ayah memutuskan akan memindahkan sekolah mereka berdua kebandung karena takut jika di Jakarta tidak ada yang akan mengurus mereka berdua karena sibuk. Kondisi pesikologis Asya sangat hancur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar